Saturday, May 18, 2013

FILSAFAT ISLAM


FILSAFAT ISLAM


Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas kelompok dalam
Mata Kuliah Akidah Islam dan Kemuhammadiyahan
Dosen Pembimbing : Drs. Mustofa Bakir





Disusun Oleh :
Kelompok 10
II G





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2012
MOTTO


1.         QS. AzZumar : 9
اَﻣﱠﻦْھُﻭَﻗَﺎﻧِتٌﺎٰﻧَﺂﺀَاﻠﱠﯿْﻞِﺴَﺎﺠِﺪًاوﱠﱠﻘَﺂﮨِﻤًﺎﺤْﺫَﺮُاﻻٰﺧِﺮَﺓَﻭَﯾَﺮْﺠٌﻭْاﺮَ           
ﺤْﻤَﺔَﺮَﺑِّﮫۗﻗُﻞْﯾَﺴْﺗَﻭِﻯاﻠﱠﺬِﯾْﻦَﻌْﻠَﻤُﻭْﻦَﻭَاﻠﱠﺫِّﯾْﻦَﻻَﯾَﻌْﻠَﻤُﻭْﻦَۗاِﻨﱠﻤَﺎﯾَﺘَﺬَﻛﱠﺭُاُﻭﻠُﻭااْﻻَﻠْﺑَﺎ
Artinya : (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

2.         QS. Al Insyirah : 6
اِﻦﱠﻤَﻊَاْﻠﻌُﺳِْﺮﻴُﺳْﺮًاۗ                                                  
Artinya :Sesungguhnyasesudahkesulitanituadakemudahan.








Nama Anggota:
1.      Tusi Rumiah                             ( 112144366 )
2.      Velta Boenika Yuwono           ( 112144368 )
3.      Wahid Wigianto                       ( 112144369 )



KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
            Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan, rahmat, taufiq, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman.
Dalam menulis makalah ini penulis tidak lepas dari bantuan dan bimbingan beberapa pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1.      Drs. Mustofa Bakir selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan penuh ketelitian dan kecermatan.
2.      Orang tua yang telah memberikan doa restu dan mendidik kami.
3.      Seluruh staf perpustakaan Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memfasilitasi sumber-sumber pustaka
4.      Teman-teman IIG yang telah bekerja sama sehingga makalah ini dapat diselesaikan
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi perbaikan yang akan datang.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya dan pemerhati pendidikan pada umunya dan semoga merupakan salah satu bentuk pengabdian kita kepada Allah SWT.

Wassalamu’allaikum Waramatullahi Wabarokatuh.
Purworejo,   Juni  2012


Penulis
DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL…………………………………………………………     i
MOTTO……………………………………………………………………….     ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………..     iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………     iv
BAB I        PENDAHULUAN………………………………………………     1
A.    Latar Belakang Masalah……………………………………...     1
B.     Tujuan Penulisan Makalah……………………………………     1
C.     Manfaat Penulisan Makalah………………………………....      1
BAB II       RUMUSAN MASALAH……………………………………….      2
BAB III     PEMBAHASAN MASALAH…………………………………..     3
A.    Pengertian Filsafat Islam.............................................................. 3
B.     Pembagian Filsafat Islam ………………………………………
BAB IV     PENUTUP……………………………………………………….
A.    Simpulan…………………………………………………….       14
B.     Saran…………………………………………………………      14
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN HASIL DISKUSI











BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih 'mencari Tuhan', dalam filsafat Islam justru Tuhan 'sudah ditemukan.
Jika kita tela’ah secara seksama, bagaimana cepatnya perkembangan cara berpikir sesudah Islam dalam segala bidang, maka secara garis besar dapat kita bagi aliran-aliran itu dalam tiga bagian;
 1. Aliran-aliran i’tiqad (keyakinan)
2. Aliran-aliran hukum (fiqih)
3. Aliran-aliran politik (As-Siyasah).

B.     Tujuan Penulisan Makalah
Mungkin masih banyak yang bertanya-tanya apa pentingnya kita mempelajari filsafat. Selain rumit, ada fakta bahwa sejumlah muslim yang belajar filsafat malah jadi anti-tuhan dan anti-agama.

C.    Manfaat Penulisan Makalah
Banyak manfaat mempelajari filsafat islam. Antara lain untuk mengasah daya kritis dan analitis. Sehingga mampu keluar dari fanatik buta. Misalnya ada yang ngomong politik itu kotor. Dengan belajar filsafat, kita tidak akan terima begitu saja. Kita akan teliti secara jernih dan mendalam. Tentu saja ditopang disiplin ilmu terkait seutuhnya.
BAB II
RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimanakah Filsafata Islam sebenarnya?
2.      Apa sajakah pembagian-pembagian filsafat islam?

























BAB III
PEMBAHASAN MASALAH


A.      Pengertian Filsafat Islam
Dari segi bahasa, Filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu gabungan dari kata Philo yang artinya cinta, dan Sofia yang artinya kebijaksanaan, atau pengetahuan yang mendalam. Jadi dilihat dari akar katanya, filsafat berarti ingin tahu dengan mendalam atau cinta terhadap kebijaksanaan.
Adapun makna filsafat menurut terminologi adalah berfikir secara sistematis, radikal dan universal, untuk mengetahui hakekat segala sersuatu yang ada, seperti hakekat alam, hakekat manusia, hakekat masyarakat, hakekat ilmu, hakekat pendidikan dan seterusnya. Dengan demikian maka muncullah apa yang disebut filsafat alam, filsafat manusia, filsafat ilmu dan sebagainya.
Perlu juga dijelaskan tentang ciri-ciri berfikir yang filosofis. Yaitu harus bersifat sistematis, maksudnya fikiran tersebut harus lurus, tidak melompat-lompat sehingga kesimpulan yang dihasilkan oleh pemikiran tersebut benar-benar dapat dimengerti. Kedua harus bersifat radikal, maksudnya harus sampai ke akar-akarnya sehingga tidak ada lagi yang tersisa untuk dipikirkan. Ketiga harus bersifat universal yaitu menyelurug, melihat hakekat sesuatu dari hubungannya dengan yang lain dan tidak dibatasi untuk kurun waktu tertentu.
Adapun pengertian Islam dari segi bahasa adalah selamat sentausa, berserah diri, patuh, tunduk dan taat. seseorang yang bersikap demikian disebut Muslim, yaitu orang yang telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri, patuh dan tunduk kepada Alloh Swt.
Islam menurut terminologi adalah Agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan oleh Alloh kepada manusia melalui nabi Muhammad sebagai Rasul Allah.
Filsafat ditinjau dari islam didentikkan dengan kata hikmah ( lebih tinggi dari filsafat ) yaitu ilmu yang membahas tentang hakikat sesuatu, baik bersifat teori ( etika, esttetika maupun metafisika ) atau yang bersifat praktis yakni pengetahuan yang harus diwujudkan dengan amal baik.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Filsafat Islam adalah suatu ilmu yang diwarnai ajaran islam dalam membahas hakikat kebenaran segala sesuatu. Atau berfikir secara sistematis, radikal dan universal tentang hekekat segala sesuatu berdasarkan ajaran Islam. Singkatnya filsafat Islam itu adalah Filsafat yang berorientasi kepada Al Qur’an, mencari jawaban mengenai masalah-masalah asasi berdasarkan wahyu Allah.

B.       Pembagian Filsafat Islam
1.         Aliran I’tiqad
a.    Aliran Asy’ariyah
Al-Asy’ari lahir di Basra, namun sebagian besar hidupnya di Baghdad. Asy’ari sempat berguru pada guru Mu’tazilah terkenal, yaitu al-Jubba’i, namun pada tahun 912 dia mengumumkan keluar dari paham Mu’tazilah, dan mendirikan teologi baru yang kemudian dikenal sebagai Asy’ariah. Banyak tokoh pemikir Islam yang mendukung pemikiran-pemikiran dari imam ini, salah satunya yang terkenal adalah “Sang hujatul Islam” Imam Al-Ghazali, terutama di bidang ilmu kalam/ilmu tauhid/ushuludin.
b.    Aliran Jabariyah
1.    Latar Belakang Lahirnya Jabariyah
Secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung pengertian memaksa. Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Salah satu sifat dari Allah adalah al-Jabbar yang berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).
Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahlkan bahwa Jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.
Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran Jabariyah tidak adanya penjelelasan yang sarih. Abu Zahra menuturkan bahwa paham ini muncul sejak zaman sahabat dan masa Bani Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan tentang masalah Qadar dan kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan. Adapaun tokoh yang mendirikan aliran ini menurut Abu Zaharah dan al-Qasimi adalah Jahm bin Safwan, yang bersamaan dengan munculnya aliran Qadariayah.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak sebelum agama Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah memberikan pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Di tengah bumi yang disinari terik matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara yang panas ternyata dapat tidak memberikan kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman, tapi yang tumbuh hanya rumput yang kering dan beberapa pohon kuat untuk menghadapi panasnya musim serta keringnya udara.
2.      Ajaran-ajaran Jabariyah
Adapun ajaran-ajaran Jabariyah dapat dibedakan berdasarkan menjadi dua kelompok, yaitu ekstrim dan moderat.
Pertama, aliran ekstrim. Di antara tokoh adalah Jahm bin Shofwan dengan pendaptnya adalah bahwa manusia tidak mempu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang keterpaksaan ini lebih dikenal dibandingkan dengan pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan, dan melihat Tuhan di akherat. Surga dan nerka tidak kekal, dan yang kekal hanya Allah. Sedangkan iman dalam pengertianya adalah ma’rifat atau membenarkan dengan hati, dan hal ini sama dengan konsep yang dikemukakan oleh kaum Murjiah. Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah tidak mempunyai keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar, dan melihat, dan Tuhan juga tidak dapat dilihat dengan indera mata di akherat kelak. Aliran ini dikenal juga dengan nama al-Jahmiyyah atau Jabariyah Khalisah.
Ja’ad bin Dirham, menjelaskan tentang ajaran pokok dari Jabariyah adalah Alquran adalah makhluk dan sesuatu yang baru dan tidak dapat disifatkan kepada Allah. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat dan mendengar. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala hal.
Dengan demikian ajaran Jabariyah yang ekstrim mengatakan bahwa manusia lemah, tidak berdaya, terikat dengan kekuasaan dan kehendak Tuhan, tidak mempunyai kehendak dan kemauan bebas sebagaimana dimilki oleh paham Qadariyah. Seluruh tindakan dan perbuatan manusia tidak boleh lepas dari scenario dan kehendak Allah. Segala akibat, baik dan buruk yang diterima oleh manusia dalam perjalanan hidupnya adalah merupakan ketentuan Allah.
Kedua, ajaran Jabariyah yang moderat adalah Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik itu positif atau negatif, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Manusia juga tidak dipaksa, tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan tuhan. Tokoh yang berpaham seperti ini adalah Husain bin Muhammad an-Najjar yang mengatakan bahwa Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu dan Tuhan tidak dapat dilihat di akherat. Sedangkan adh-Dhirar (tokoh jabariayah moderat lainnya) pendapat bahwa Tuhan dapat saja dilihat dengan indera keenam dan perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pihak.
c.    Aliran Qadariyah
1. Latar Belakang Lahirnya Aliran Qadariyah
Pengertian Qadariyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara yang bemakna kemampuan dan kekuatan. Adapun secara termenologi istilah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diinrvensi oleh Allah. Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbutan-perbutannya. Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa manusia menusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.
Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Dr. Hadariansyah, orang-orang yang berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk.
Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M.
Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad Amin, aliran Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh orang Irak yang pada mulanya beragama Kristen, kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke agama Kristen. Namanya adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad Ibnu Syu’ib. Sementara W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat dalam kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun 700M.
Ditinjau dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah sebagai isyarat menentang politik Bani Umayyah, karena itu kehadiran Qadariyah dalam wilayah kekuasaanya selalu mendapat tekanan, bahkan pada zaman Abdul Malik bin Marwan pengaruh Qadariyah dapat dikatakan lenyap tapi hanya untuk sementara saja, sebab dalam perkembangan selanjutnya ajaran Qadariyah itu tertampung dalam Muktazilah.
2.    Ajaran-ajaran Qadariyah
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Tokoh an-Nazzam menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai daya, dan dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala perbuatannya.
Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini disamakan dengan balasan surga kelak di akherat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akherat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat akan mendapatkan balasannya sesuai dengan tindakannya.
Faham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah berbeda dengan konsep yang umum yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali terhadap dirinya.
Dengan demikian takdir adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hokum yang dalam istilah Alquran adalah sunnatullah.
Secara alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat diubah. Manusia dalam demensi fisiknya tidak dapat bebruat lain, kecuali mengikuti hokum alam. Misalnya manusia ditakdirkan oleh Tuhan kecuali tidak mempunyai sirip seperti ikan yang mampu berenang di lautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai kekuatan seperti gajah yang mampu membawa barang seratus kilogram.
d.   Aliran Mu’tazilah.
1.      Pengertian Mu’tazilah
Kata mu’tazilah diambil dari bahasa Arab yang berarti memisahkan atau menyingkirakan. Menurut Ahmad Warson, kata azala dan azzala mempunyai arti yang sama dengan kata asalnya. Arti yang sama juga akan kita temui di munjid, meskipun ia menambahkan satu arti yaitu mengusir.
Kenapa Hasan Bashri mengatakan “ I’tazala anna washil” bukan dengan “in’azala anna Washil”, ini karena konotasi yang kedua menunjukkan perpisahan secara menyeluruh, sedangkan Washil memang hanya terpisah hanya dari pengajian gurunya, sedangkan mereka tetap menjalin silaturrahmi hingga gurunya wafat.
Setelah kita mempelajari mu’tazilah, sejarah dan ajarannya kita akan melihat bahwa sebagian besar sejarawan setuju berbagai hal tentang mu’tazilah
1. mu’tazilah adalah aliran kalam.
2. dipimpin oleh Washil bin Atho pada awalnya.
3. lahir pada masa Daulah Bani umayyah.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa mu’tazilah adalah aliran teologi yang muncul pada masa Bani Umyyah berkisar antara 115-110 H, dipimpin oleh Washil bin Atho. Yang menganut lima ajaran dasar.
2.      Ajaran Mu’tazilah.
Mu’tazilah meletakkan seluruh ajaran mereka pada lima sendi dasar yaitu:
a.       At-tauhid
Seluruh mu’min memang harus mengesakan tuhan, tapi mu’tazilah karena kegigihan mereka dalam mempertahankan teori ini, dan juga karena mereka meniadakan sifat tuhan, sifat adalah dzatnya sendiri. Akhirnya mereka menjadikan tauhid sebagai dasar pertama.
Pengesaan menurut ilmu kalam adalah pengetahuan dan pengakuan bahwa Allah itu esa tidak ada satupun yang menyamainya, pengetahuannya, kekuasaanya. Maka pengetahuan dan pengakuan menurut mu’tazilah adalah dua rukun tauhid. Maka orang yang meniggalkan salah satunya tidak bisa dikatakan muwahhid.
Ruang lingkup pembahasan tauhid ini ada lima:
a)       cara mengetahui tuhan,
b)       sifat wajib bagi tuhan,
c)       sifat mustahil bagiNya,
d)      sifat jaiz,
e)       tidak ada yang menyamainya.
Cara mengetahui tuhan adalah dengan akal, meskipun terdapat petunjuk lain seperti al-qur’an dan hadist tapi akallah cara pertama untuk mengetahui tuhan. Karena al-qur’an maupun hadist hanya diberikan kepada orang yang berakal.
Hal pertama yang harus dilakukan untuk mengenal tuhan adalah penalaran, dan itu adalah kerja akal. Dan tuhan tidak akan memberikan khitabnya kecuali kepada orang yang berakal.Al-qur’an dijadikan dalil setelah diyakini kebenaranyya sebagai kalam Ilahi. Akal adalah anugerah tuhan yang harus dijaga dan dipergunakan.
Adapun soal sifat. Tuhan mempunyai dua sifat, yaitu :
Sifat dzat, konsep utama dalam hal ini adalah tidak ada sifat qadim bagi tuhan, karena kalau ada yang qadim maka akan ada dua yang qadim. Sifat tuhan tidak lain adalah esensinya, sifat adalah dzatnya dan zat adalah sifatnya. Menafikan siat tuhan bukan berarti tidak meyakini adanya sifat bagi tuhan tapi sifat itu adalah dzatnya.
Agaknya pengertian ahwal lebih rasional, bahwa memberikan sifat yang qadim bagi tuhan bukan berarti mentapkan adanya yang qadim selain dzatnya, tetapi sifat tuhan itu adalah keadaanya dan keadaan itu tidak akan ada jikalu dzatnya tidak ada, dan dzat tidak akan ada kalau keadaan tidak ada. Dengan begitu bisa difahami sifat itu qadim dengan qadimnya tuhan. Sifat dzat yang wajib bagi tuhan adalah maha tahu, maha maha kuasa, maha hidup, maha ada dan maha kekal.
b.      Sifat perbuatan
Sifat ini adalah baharu karena sifat ini mendatang pada dzatnya. Dari sekian banyak sifat yang ada dalam al-qur’an selain lima sifat dzat diatas adalah siat perbuatan dan baharu. Seperti adil, berkendak, kalam dan lainnya.
Sifat iradah artinya allah berkehendak dengan kehendak yang baharu, kehendak yang tidak bertempat seperti kehendak manusia yang berada di hati, ia berkehendak bukan karena dzatnya bukan pula dengan kehendaknya yang kekal.
Jikalau ada penetapan bagi sifat tuhan tentu ada pebafian terhadap sifat yang lain, baik siafat perbuatan ataupun sifat dzat, seperti lemah, bodoh dan lain-lain.
Wahid mempunyai dua arti yaitu sesuatu yang tunggal dtidak terpilah kepada bagian-bagian. Dan sesuatu yang mempunyai sifat dan tidak ada yang dapat menyerupainya.
Allah dengan sifatnya tidak sama dengan sifat manusia atau siapapun. Allah maha melihat tidak sama dengan melihatnya manusia. Makanya ayat musytabihat yang memungkinkan adanya anggapan kesamaannya dengan makhluknya harus diakwilkan.
c.       Al-wa’du wal waid
Karena ia adil ia memberikan taklif sebatas kemampuan manusia, akrena ia adil ia memberikan pahal dan dosa bagi yang berhak. Karena allah adil janji dan ancamannya akan terwujud.
Manusia yang berbuat baik akan mendapatkan wa’dunya sedangkan yang berbuat ingkar akan mendapat waidnya. Dengan begitu tidak akan ada syafaat pada hari hisab.
d.      Al-Manzilah bayna Manzilatain
Pendosa besar adalah fasiq tidak mu’min juga tidak kafir juga tidak mukmin ia berposisi diantara keduanya. Sedangkan nasibnya di akhirat adalah tergantung apakah ia bertobat atau tidak sebelum mati.
Dosa besar adalah segala yangterdapat ancamannya dalam al-quran, seperti qadzaf, zina, membunuh dan lainnya. Konsep utama dari dosa besar adalah menyalahi aturan akal juga menyalahi aturan agama. Selain yang disebutkan hukumannya secara jelas oleh al-quran maka termasuk dosa kecil.
Bagaimanakh awal mula al-manzilah bayna manzilatain ini?
Dalam ayat qadzaf disebutkan bahwa mereka adalah orang yang fasiq, tapi tidak dijelaskan apakah ia keluar dari iman atau tidak, sedangkan para muslim berbeda pendapat apakah pendosa besar keluar dari iman atau tidak, dan mereka setuju bahwa pendosa besar adalah fajir dan fasiq.
Di dalam ayat lain disebutkan” dan perangilah ahli-ahli ktab yang tidak beriman kepada allah dan kepada hari akhir, dan tidak mengharamakan apa yang diharamkan oleh allah dan rasulnya. Juga tidak memeluk agama yang haq [at-taubah : 29]
Dan hadist nabi” seorang muslim tidak mewarisi orang yang kafir dan orang kafir tidak mewarisi orang muslim”
Sedangkan pendosa besar tidak temasuk dalam kriteriua diatas. Sedangkan munafik hukumnya, apabila ia tidak memperlihatkan kenifaqannya maka ia tetap dianggap mu’min tapi apabila ia memperlihatkannya ia disuruh bertobat atau dibunuh.
Adapun mu’min dalam al-qur’an adalah” allah menjadi wali bagi orang-oang yang beriman [al-baqarah: 257]. Dalam ayat lain” dan berilah kabar gembira bagi orang-orang yang beriman bahwa mereka akan mendapatkan keutamaan yang besar dari sisi allah [ali imran: 28]
Sedangkan pendosa besar dalam al-qur’an adalah “ ingatlah allah akan melaknat orang-orang yang dzalim (hud :18 ).Berati pendosa besar tidaklah mu’min tidak juga kafir, tapi fasiq dan fajir sesuai dengan kesepakatan orang muslim dan kehendak allah.
e.       Al-amr bil ma’ruf dan nahy an munkar
Al-amr bil ma’ruf dan nahy an munkar adalah memerintahkan atau menganjurkan untuk berbuat kebaikan dan melarang dari perbuatan yang munkar, ajaran ini lebih berkaitan kepada amalan lahir seorang mukmin daripada lapangan ketauhidan.
Allah menyuruh kaum muslimin untuk menyeru kepada kebaikan, menyiarkan agama dan memberikan petunjuk kepada yang sesat. Mu’tazilah dikenal alah satu yang giat dalam mengamalakan ajaran yang kelima ini.
Iman tidak telepas dari perbuatan baik. Iman sesungguhnya adalah yang tercermin dalam perbuatan baik, mereka yang berbuat jelek akan masuk neraka kecuali jikalau bertobat.
e.        Aliran Maturidiyah
Mengenai perbuatan manusia ini, terdapat perbedaan pandangan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah bukhara. Kelompok pertama lebih dekat dengan faham mu’tazilah, sedangkan kelompok kedua lebih dekat dengan faham Asy’ariya. Kehendak dan daya buat pada diri manusia manurut Maturidiyah Samarkand adalah kehendak dan daya manusia dalam arti kata sebenarnya, dan bukan dalam arti kiasan. Perbedaannya dengan Mu’tazilah adalah bahwa daya untuk berbuat tidak diciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama dengan perbuatannya. Daya yang demikian posisinya lebih kecil daripada daya yang terdapat dalam faham Mu’tazilah. Oleh karena itu, manusia dalam faham Al-Maturidi, tidaklah sebebas manusia dalam faham Mu’tazilah.
Maturidiyah bukhara dalam banyak hal sependapat dengan Maturidiyah Samarkand. Hanya saja golongan ini memberikan tambahan dalam masalah daya menurutnya untuk perwujudan perbuatan, perlu ada dua daya. Manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan yang telah diciptakan Tuhan baginya.

2. Aliran Ilmu Hukum (Fiqh, Madzab)
1. Mazhab Hanafi
Pendiri mazhab Hanafi ialah : Nu’man bin Tsabit bin
Zautha.Diahirkan pada masa sahabat, yaitu pada tahun 80 H = 699 M. Beliau wafat pada tahun 150 H bertepatan dengan lahirnya Imam Syafi’i R.A. Beliau lebih dikenal dengan sebutan : Abu Hanifah An Nu’man. Abu Hanifah adalah seorang mujtahid yang ahli ibadah. Dalam bidang fiqh beliau belajar kepada Hammad bin Abu Sulaiman pada awal abad kedua hijriah dan banyak belajar pada ulama-ulama Ttabi’in, seperti Atha bin Abi Rabah dan Nafi’ Maula Ibnu Umar.
Mazhab Hanafi adalah sebagai nisbah dari nama imamnya, Abu Hanifah. Jadi mazhab Hanafi adalah nama dari kumpulan-kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya serta pendapat-pendapat yang berasal dari para pengganti mereka sebagai perincian dan perluasan pemikiran yang telah digariskan oleh mereka yang kesemuanya adalah hasil dari pada cara dan metode ijtihad ulama-ulama Irak (Ahlu Ra’yi). Maka disebut juga mazhab Ahlur Ra’yi masa Tsabi’it Tabi’in.
2. Mazhab Maliki
Mazhab Maliki adalah merupakan kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Malik dan para penerusnya di masasesudah beliau meninggal dunia. Nama lengkap dari pendiri mazhab ini ialah : Malik bin Anas bin Abu Amir. Lahir pada tahun 93 M = 712 M di Madinah. Selanjutnya dalam kalangan umat Islam beliau lebih dikenal dengan sebutan Imam Malik. Imam Malik terkenal dengan imam dalam bidang hadis Rasulullah SAW.
Imam Malik belajar pada ulama-ulama Madinah. Yang menjadi guru pertamanya ialah Abdur Rahman bin Hurmuz. Beliau juga belajar kepada Nafi’ Maula Ibnu Umar dan Ibnu Syihab Az Zuhri. Adapun yang menjadi gurunya dalam bidang fiqh ialah Rabi’ah bin Abdur Rahman. Imam Malik adalah imam (tokoh) negeri Hijaz, bahkan tokohnya semua bidang fiqh dan hadits.
3.    Mazhab Syafi’i.
Mazhab ini dibangun oleh Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i seorang keturunan Hasyim bin Abdul Muthalib. Beliau lahir di Guzah (Siria) tahun 150 H bersamaan dengan tahun wafatnya Imam Abu Hanifah yang menjadi Mazhab yang pertama.
Guru Imam Syafi’i yang pertama ialah Muslim bin Khalid, seorang Mufti di Mekah. Imam Syafi’i sanggup hafal Al Qur-an pada usia sembilan tahun. Setelah beliau hafal Al Qur-an barulah mempelajari bahasa dan syi’ir ; kemudian beliau mempelajari hadits dan fiqh.
Mazhab Syafi’i terdiri dari dua macam ; berdasarkan atas masa dan tempat beliau mukim. Yang pertama ialah Qaul Qadim; yaitu mazhab yang dibentuk sewaktu hidupdi Irak. Dan yang kedua ialah Qul Jadid; yaitu mazhab yang dibentuk sewaktu beliau hidup di Mesir pindah dari Irak.
Keistimewaan Imam Syafi’i dibanding dengan Imam Mujtahidin yaitu bahwa beliau merupakan peletak batu pertama ilmu Ushul Fiqh dengan kitabnya Ar Risaalah. Dan kitabnya dalam bidang fiqh yang menjadi induk dari mazhabnya ialah : Al-Um.
4.    Mazhab Hambali
Pendiri Mazhab Hambali ialah : Al Imam Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal Azzdahili Assyaibani. Beliau lahir di Bagdad pada tahun 164 H. dan wafat tahun 241 H. Ahmad bin Hanbal adalah seorang imam yang banyak berkunjung ke berbagai negara untuk mencari ilmu pengetahuan, antara lain : Siria, Hijaz, Yaman, Kufah dan Basrsh. Dan beliau dapat menghimpun sejumlah 40.000 hadis dalam kitab Musnadnya.
5.    Madzhab Dzahiri
Mazhab Az-zhahiri adalah salah satu diantara mazhab fiqih kalangan ahlusunnah wal jamaah yang didirikan oleh Abu Sualiman Daud Al-Ashfahani Azh-zhahiri yang lahir tahun 202 Hdi Kufah Iraq dan wafat di tahun 270 H di Baghdad. Nama beliau sering disingkat menjadi Daud Az-Zhahiri.
Beliau banyak menghafal hadits-hadits dan seorang faqih mujtahid atas sebuah mazhab yang berdiri sendiri di luar mazhab empat yang terkenal setelah sebelumnya beliau menjadi mengikut mazhab Asy-Syafi’iyah.
Selain itu ada tokoh yang tidak kalah terkenal dalam mazhab ini yaitu Abu Muhammad Ali bin Said Ibnu Hazm Al-Andalusi (384 - 456 H) atau sering disingkat menjadi Ibnu Hazm.
Mazhab ini memiliki kitab pegangan yang cukup populeer di kalangan ahli fiqih yaitu Al-Muhalla dalam masalah fiqih dan kitab Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam dalam masalah ushul fiqih.
Asas dari mazhab ini adalah mengamalkan nash zahir dari Al-Quran Al-Karim dan Sunnah selama tidak ada dalil yang menunjukkan kepada makna lain selain yang zahir. Sedangkan ketika tidak ada nash, mereka akan merujuk kepada ijma, termasuk ijma shahabat. Sedangkan bila tidak ada juga dalam ijma, biasanya mereka menggunakan metode istishab yaitu kaidah bahwa hukum asal sesuatu itu mubah / boleh.
Mereka menolak metode qiyas, istihsan, zari’ah, ra’yu dan ta’lil nushush al-ahkam bil ijtihad. Menurut mereka semua itu bukan dalil ahkam (hukum). Mereka juga menolak dalil taqlid.
Diantara contoh hasil fiqih mazhab ini adalah bahwa haramnya emas dan perak itu sebatas bisa digunakan sebagai wadah minuman saja, sedangkan bila digunakan untuk perhiasan laki-laki, tidak haram. Bahwa riba yang diharamkan itu terbatas pada jenis makanan yang enam saja. Bahwa shalat Jumat dikerjakan hanya pada masjid yang besar saja. Bahwa istri yang kaya punya kewajiban memberi nafkah kepada suami yang miskin.

3.             Aliran Politik ( As Siyasah )
Definisi kata “As-Siyasah” (Politik)
Secara etimologi, menurut bahasa arab, kata as-siyasah bermakna mengatur atau memimpin.
 Secara terminologi, kata as-siyasah berarti segala aktifitas manusia yang berkaitan dengan penyelesaian konflik dan menciptakan keamanan bagi masyarakat. Dalam Al-Mu’jam Al-Qanuni kata as-siyasah diartikan sebagai “Dasar-dasar atau disiplin ilmu yang membahas tentang cara mengatur berbagai persoalan yang bersifat umum.
Kata as-siyasah tidak terdapat dalam Al-Qur’an, baik dalam ayat-ayat Makkiyah maupun Madaniyah, bahkan tidak ada satu kata pun yang merupakan derifasi dari kata as-siyasah baik sebagai kata kerja maupun kata sifat. Akan tetapi bukan berarti bahwa Al-Qur’an atau islam tidak berkaitan dengan politik atau tidak punya kepedulian terhadap politik karena seringkali suatu lafadz tidak terdapat dalam Al-Qur’an, tetapi ditemukan kata lain yang mempunyai kandungan makna yang senada dengan kata tersebut.
Al-Qur’an menggunakan kata dan redaksi yang bermacam-macam untuk mengungkapkan kata politik, baik dengan kata memuji ataupun mencela. Di antaranya Al-Qur’an menyebutkan ada “kerajaan atau kekuasaan yang adil” (An-Nisa:54, Yusuf:101, Yusuf:54, Al-Baqarah:251, Al-Kahfi:84) dan “kerajaan yang dzalim, diktator dan sewenang-wenang terhadap rakyatnya” (Al-Qashash:4). Ada pula dengan menggunakan redaksi yang bermakna “kedudukan” (Yusuf:56, Al-Haj:41), “kekuasaan” (An-Nur:55, Al-A’raf:129), “Al-hukm atau penetapan hukum/perkara” (An-Nisa:58, Al-Maidah 49-50, Al-Maidah:44,45 dan 47).
Dalam sebuah hadits muttafaqun ‘alaih ditemukan sebuah kata yang berasal dari akar kata as-siyasah, yaitu hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah. Diceritakan bahwasanya Nabi SAW bersabda,
“Dulu, Bani Israil dipimpin oleh para Nabi, setiap ada seorang Nabi yang gugur, muncul Nabi lain. Tetapi tidak akan ada lagi Nabi sesudah saya, selanjutnya (kalian akan dipimpin) oleh para khalifah yang berjumlah banyak.”
Para sahabat bertanya kepada beliau, “Lalu, apa yang engkau perintahkan kepada kami:”
Beliau menjawab, “Lakukanlah baiat kepada khalifah pertama, setelah itu baiat khalifah sesudahnya, berikan kepada para khalifah tersebut hak mereka yang telah ditentukan oleh Allah untuk mereka, sesungguhnya Allah akan menanyakan mereka tentang kepemimpinannya.”
Politik yang Adil Sesuai dengan Tuntunan Syari’at
Ibnul Qayyim berkata, “Politik yang adil tidak bertentangan dengan bunyi ketentuan syari’at, justru politik yang demikian sesuai dengan ajaran yang terkandung didalamnya. Jika dilihat dari karakter dan tanda-tanda lainnya, politik juga bisa disebut sebagai keadilan Allah dan RasulNya.”
Di antara bukti yang ada adalah bahwa Rasulullah SAW melarang prajurit islam mencuri harta rampasan perang bahkan kemudian menyuruh harta benda milik pencuri dan semua orang yang bekerja sama dengannya untuk dibakar. Rasulullah pernah berencana membakar beberapa rumah milik kaum muslimin yang tidak mengerjakan shalat jum’at dan shalat berjama’ah. Beliau juga pernah melipatgandakan denda terhadap orang yang menyembunyikan pelaku sebuah kejahatan. Berkenaan dengan orang yang enggan membayar zakat, Rasulullah bersabda, “Kita tetap akan mengambil zakat dari orang tersebut ditambah separo hartanya (sebagai denda karena pembangkangannya,pentj.) sebagai bentuk pelaksanaan salah satu perintah Allah SWT.”
Demikian juga dengan para sahabat dan pengganti beliau yang hidup sesudahnya, sangat mudah ditemukan oleh orang yang ingin mengetahui tindakan-tindakan mereka yang bermuatan politis.
Sebut saja ketika Abu Bakar yang membakar para pengikut kaum Nabi Luth (homoseksual,pentj.) dan menyuruh mereka merasakan panasnya api sebelum benar-benar mereka rasakan di akhirat kelak. Demikian juga dengan Umar yang membakar pundi-pundi tempat minuman keras juga membakar kampung yang digunakan sebagai tempat penjualan minuman keras. Umar bahkan pernah memecat para pegawainya kemudian mengambil separo harta mereka untuk diberikan kepada kaum muslimin disebabkan mereka telah memanfaatkan tugas yang diembannya untuk mencari uang. Umar juga pernah memerintahkan para sahabat Nabi untuk mengurangi kesibukan mereka terhadap hadits Nabi, karena kesibukan tersebut menyebabkan mereka sedikit melalaikan Al-Qur’an. Dan masih banyak lagi contoh yang lain.




BAB IV
PENUTUP

A.    Simpulan
Mencari kearifan merupakan makna dasar istilah filsafat(philo:cinta dan shophia:kearifan), yang sejatinya ada sejak zaman purba.
Adanya pembagian filsafat islam yaitu:
1.       Aliran I’tiqad
2.       Aliran ilmu hokum
3.       Aliran politik

B.     Saran
1.      Bagi Calon Guru
Diharapkan makalah ini dapat menjadi panduan dalam mengkaji ilmu pengetahuan.
2.      Bagi Guru
Diharapkan makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu media dalam pengajaran.
3.      Bagi Lembaga Sekolah
Diharapkan makalah ini bisa menambah sumber referensi perpustakaan. 








DAFTAR PUSTAKA


Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta : 1996

Sudarsono, Ilmu Filsafat – Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta : 2001

Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam, 1986

No comments:

Post a Comment