FILSAFAT
ISLAM
Makalah ini disusun
sebagai salah satu tugas kelompok dalam
Mata Kuliah Akidah
Islam dan Kemuhammadiyahan
Dosen Pembimbing : Drs.
Mustofa Bakir
Disusun Oleh :
Kelompok 10
II
G
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2012
MOTTO
1.
QS. AzZumar : 9
اَﻣﱠﻦْھُﻭَﻗَﺎﻧِتٌﺎٰﻧَﺂﺀَاﻠﱠﯿْﻞِﺴَﺎﺠِﺪًاوﱠﱠﻘَﺂﮨِﻤًﺎﺤْﺫَﺮُاﻻٰﺧِﺮَﺓَﻭَﯾَﺮْﺠٌﻭْاﺮَ
ﺤْﻤَﺔَﺮَﺑِّﮫۗﻗُﻞْﯾَﺴْﺗَﻭِﻯاﻠﱠﺬِﯾْﻦَﻌْﻠَﻤُﻭْﻦَﻭَاﻠﱠﺫِّﯾْﻦَﻻَﯾَﻌْﻠَﻤُﻭْﻦَۗاِﻨﱠﻤَﺎﯾَﺘَﺬَﻛﱠﺭُاُﻭﻠُﻭااْﻻَﻠْﺑَﺎ
Artinya
: (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada
(azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"
Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.
2.
QS. Al Insyirah : 6
اِﻦﱠﻤَﻊَاْﻠﻌُﺳِْﺮﻴُﺳْﺮًاۗ
Artinya :Sesungguhnyasesudahkesulitanituadakemudahan.
Nama
Anggota:
1. Tusi
Rumiah (
112144366 )
2. Velta
Boenika Yuwono ( 112144368 )
3. Wahid
Wigianto (
112144369 )
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Alhamdulillah,
puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan,
rahmat, taufiq, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman.
Dalam menulis makalah ini penulis tidak lepas dari
bantuan dan bimbingan beberapa pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan
ucapan terimakasih kepada:
1. Drs.
Mustofa Bakir selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan penuh
ketelitian dan kecermatan.
2. Orang
tua yang telah memberikan doa restu dan mendidik kami.
3. Seluruh
staf perpustakaan Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memfasilitasi
sumber-sumber pustaka
4. Teman-teman
IIG yang telah bekerja
sama sehingga makalah ini dapat diselesaikan
Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat kami
harapkan demi perbaikan yang akan datang.
Semoga
makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya dan pemerhati pendidikan pada
umunya dan semoga merupakan salah satu bentuk pengabdian kita kepada Allah SWT.
Wassalamu’allaikum Waramatullahi Wabarokatuh.
Purworejo, Juni 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL………………………………………………………… i
MOTTO………………………………………………………………………. ii
KATA
PENGANTAR……………………………………………………….. iii
DAFTAR
ISI………………………………………………………………… iv
BAB
I PENDAHULUAN……………………………………………… 1
A. Latar
Belakang Masalah……………………………………... 1
B. Tujuan
Penulisan Makalah…………………………………… 1
C. Manfaat
Penulisan Makalah……………………………….... 1
BAB
II RUMUSAN MASALAH………………………………………. 2
BAB
III PEMBAHASAN MASALAH………………………………….. 3
A. Pengertian
Filsafat Islam.............................................................. 3
B. Pembagian
Filsafat Islam ………………………………………
BAB
IV PENUTUP……………………………………………………….
A. Simpulan……………………………………………………. 14
B. Saran………………………………………………………… 14
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
HASIL DISKUSI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Filsafat Islam
merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim. Ada sejumlah
perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski
semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani
terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran
Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih
'mencari Tuhan', dalam filsafat Islam justru Tuhan 'sudah ditemukan.
Jika kita tela’ah
secara seksama, bagaimana cepatnya perkembangan cara berpikir sesudah Islam
dalam segala bidang, maka secara garis besar dapat kita bagi aliran-aliran itu
dalam tiga bagian;
1. Aliran-aliran
i’tiqad (keyakinan)
2. Aliran-aliran hukum
(fiqih)
3. Aliran-aliran
politik (As-Siyasah).
B.
Tujuan Penulisan Makalah
Mungkin
masih banyak yang bertanya-tanya apa pentingnya kita mempelajari filsafat.
Selain rumit, ada fakta bahwa sejumlah muslim yang belajar filsafat malah jadi
anti-tuhan dan anti-agama.
C.
Manfaat Penulisan Makalah
Banyak
manfaat mempelajari filsafat islam. Antara lain untuk mengasah daya kritis dan
analitis. Sehingga mampu keluar dari fanatik buta. Misalnya ada yang ngomong
politik itu kotor. Dengan belajar filsafat, kita tidak akan terima begitu saja.
Kita akan teliti secara jernih dan mendalam. Tentu saja ditopang disiplin ilmu
terkait seutuhnya.
BAB II
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah
Filsafata Islam sebenarnya?
2. Apa
sajakah pembagian-pembagian filsafat islam?
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
A. Pengertian Filsafat Islam
Dari segi bahasa, Filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu gabungan
dari kata Philo yang artinya cinta, dan Sofia yang artinya kebijaksanaan, atau
pengetahuan yang mendalam. Jadi dilihat dari akar katanya, filsafat berarti
ingin tahu dengan mendalam atau cinta terhadap kebijaksanaan.
Adapun makna filsafat menurut terminologi adalah berfikir secara
sistematis, radikal dan universal, untuk mengetahui hakekat segala sersuatu
yang ada, seperti hakekat alam, hakekat manusia, hakekat masyarakat, hakekat
ilmu, hakekat pendidikan dan seterusnya. Dengan demikian maka muncullah apa
yang disebut filsafat alam, filsafat manusia, filsafat ilmu dan sebagainya.
Perlu juga dijelaskan tentang ciri-ciri berfikir yang filosofis.
Yaitu harus bersifat sistematis, maksudnya fikiran tersebut harus lurus, tidak
melompat-lompat sehingga kesimpulan yang dihasilkan oleh pemikiran tersebut
benar-benar dapat dimengerti. Kedua harus bersifat radikal, maksudnya harus
sampai ke akar-akarnya sehingga tidak ada lagi yang tersisa untuk dipikirkan.
Ketiga harus bersifat universal yaitu menyelurug, melihat hakekat sesuatu dari
hubungannya dengan yang lain dan tidak dibatasi untuk kurun waktu tertentu.
Adapun pengertian Islam dari segi bahasa adalah selamat sentausa,
berserah diri, patuh, tunduk dan taat. seseorang yang bersikap demikian disebut
Muslim, yaitu orang yang telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri, patuh
dan tunduk kepada Alloh Swt.
Islam menurut terminologi adalah Agama yang ajaran-ajarannya
diwahyukan oleh Alloh kepada manusia melalui nabi Muhammad sebagai Rasul Allah.
Filsafat ditinjau dari islam didentikkan dengan kata hikmah ( lebih
tinggi dari filsafat ) yaitu ilmu yang membahas tentang hakikat sesuatu, baik
bersifat teori ( etika, esttetika maupun metafisika ) atau yang bersifat
praktis yakni pengetahuan yang harus diwujudkan dengan amal baik.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa Filsafat Islam adalah suatu ilmu yang diwarnai ajaran islam dalam
membahas hakikat kebenaran segala sesuatu. Atau berfikir secara sistematis,
radikal dan universal tentang hekekat segala sesuatu berdasarkan ajaran Islam.
Singkatnya filsafat Islam itu adalah Filsafat yang berorientasi kepada Al
Qur’an, mencari jawaban mengenai masalah-masalah asasi berdasarkan wahyu Allah.
B. Pembagian Filsafat Islam
1.
Aliran
I’tiqad
a. Aliran Asy’ariyah
Al-Asy’ari lahir di Basra, namun sebagian besar hidupnya di Baghdad. Asy’ari sempat berguru
pada guru Mu’tazilah terkenal, yaitu al-Jubba’i, namun pada tahun 912 dia mengumumkan keluar
dari paham Mu’tazilah, dan mendirikan teologi baru yang kemudian
dikenal sebagai Asy’ariah. Banyak tokoh pemikir
Islam yang mendukung pemikiran-pemikiran dari imam ini, salah satunya yang terkenal adalah “Sang
hujatul Islam” Imam Al-Ghazali, terutama di bidang ilmu
kalam/ilmu tauhid/ushuludin.
b. Aliran Jabariyah
1. Latar Belakang Lahirnya Jabariyah
Secara bahasa Jabariyah
berasal dari kata jabara yang mengandung pengertian memaksa. Di dalam
kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara
yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Salah satu
sifat dari Allah adalah al-Jabbar yang berarti Allah Maha Memaksa.
Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia
dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia
mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).
Menurut Harun Nasution Jabariyah
adalah paham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan
dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan
yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan
oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan
dalam berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahlkan bahwa
Jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.
Adapun mengenai latar belakang
lahirnya aliran Jabariyah tidak adanya penjelelasan yang sarih. Abu Zahra
menuturkan bahwa paham ini muncul sejak zaman sahabat dan masa Bani Umayyah.
Ketika itu para ulama membicarakan tentang masalah Qadar dan kekuasaan
manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan.
Adapaun tokoh yang mendirikan aliran ini menurut Abu Zaharah dan al-Qasimi
adalah Jahm bin Safwan, yang bersamaan dengan munculnya
aliran Qadariayah.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa
paham ini diduga telah muncul sejak sebelum agama Islam datang ke masyarakat
Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah
memberikan pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Di tengah bumi yang disinari
terik matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara yang panas ternyata
dapat tidak memberikan kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya
tanaman, tapi yang tumbuh hanya rumput yang kering dan beberapa pohon kuat
untuk menghadapi panasnya musim serta keringnya udara.
2. Ajaran-ajaran Jabariyah
Adapun ajaran-ajaran Jabariyah dapat
dibedakan berdasarkan menjadi dua kelompok, yaitu ekstrim dan moderat.
Pertama, aliran ekstrim. Di antara tokoh
adalah Jahm bin Shofwan dengan pendaptnya adalah bahwa manusia tidak mempu
untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak
sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang keterpaksaan ini
lebih dikenal dibandingkan dengan pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep
iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan, dan melihat Tuhan di akherat. Surga
dan nerka tidak kekal, dan yang kekal hanya Allah. Sedangkan iman dalam
pengertianya adalah ma’rifat atau membenarkan dengan hati, dan hal ini sama
dengan konsep yang dikemukakan oleh kaum Murjiah. Kalam Tuhan adalah makhluk.
Allah tidak mempunyai keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar,
dan melihat, dan Tuhan juga tidak dapat dilihat dengan indera mata di akherat
kelak. Aliran ini dikenal juga dengan nama al-Jahmiyyah
atau Jabariyah Khalisah.
Ja’ad bin Dirham, menjelaskan
tentang ajaran pokok dari Jabariyah adalah Alquran adalah makhluk dan sesuatu
yang baru dan tidak dapat disifatkan kepada Allah. Allah tidak mempunyai sifat
yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat dan mendengar. Manusia
terpaksa oleh Allah dalam segala hal.
Dengan demikian ajaran Jabariyah
yang ekstrim mengatakan bahwa manusia lemah, tidak berdaya, terikat dengan
kekuasaan dan kehendak Tuhan, tidak mempunyai kehendak dan kemauan bebas
sebagaimana dimilki oleh paham Qadariyah. Seluruh tindakan dan perbuatan
manusia tidak boleh lepas dari scenario dan kehendak Allah. Segala akibat, baik
dan buruk yang diterima oleh manusia dalam perjalanan hidupnya adalah merupakan
ketentuan Allah.
Kedua, ajaran Jabariyah yang moderat adalah
Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik itu positif atau negatif, tetapi
manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia
mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Manusia juga tidak dipaksa, tidak
seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta
perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan tuhan. Tokoh
yang berpaham seperti ini adalah Husain bin Muhammad an-Najjar yang mengatakan
bahwa Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil
bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu dan Tuhan tidak
dapat dilihat di akherat. Sedangkan adh-Dhirar (tokoh jabariayah moderat
lainnya) pendapat bahwa Tuhan dapat saja dilihat dengan indera keenam dan
perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pihak.
c. Aliran
Qadariyah
1.
Latar
Belakang Lahirnya Aliran Qadariyah
Pengertian Qadariyah secara
etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara yang bemakna kemampuan
dan kekuatan. Adapun secara termenologi istilah adalah suatu aliran yang
percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diinrvensi oleh Allah.
Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala
perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya
sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam
mewujudkan perbutan-perbutannya. Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini
berasal dari pengertian bahwa manusia menusia mempunyai kekuatan untuk
melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia
terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.
Menurut Ahmad Amin sebagaimana
dikutip oleh Dr. Hadariansyah, orang-orang yang berpaham Qadariyah adalah mereka
yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan memiliki
kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu melakukan perbuatan,
mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk.
Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara
pasti dan masih merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin,
ada sebagian pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali
dimunculkan oleh Ma’bad al-Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70
H/689M.
Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Ahmad Amin, aliran Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh
orang Irak yang pada mulanya beragama Kristen, kemudian masuk Islam dan kembali
lagi ke agama Kristen. Namanya adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad
Ibnu Syu’ib. Sementara W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang
menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat dalam kitab ar-Risalah dan ditulis
untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun 700M.
Ditinjau dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah
sebagai isyarat menentang politik Bani Umayyah, karena itu kehadiran Qadariyah
dalam wilayah kekuasaanya selalu mendapat tekanan, bahkan pada zaman Abdul
Malik bin Marwan pengaruh Qadariyah dapat dikatakan lenyap tapi hanya untuk
sementara saja, sebab dalam perkembangan selanjutnya ajaran Qadariyah itu tertampung dalam Muktazilah.
2. Ajaran-ajaran Qadariyah
Harun Nasution menjelaskan pendapat
Ghalian tentang ajaran Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya.
Manusia sendirilah yang melakukan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan
manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas
kemauan dan dayanya sendiri. Tokoh an-Nazzam menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai
daya, dan dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala perbuatannya.
Dengan demikian bahwa segala tingkah
laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan
untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik
maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas
kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas
kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini disamakan dengan balasan
surga kelak di akherat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di
akherat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir
Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat akan mendapatkan balasannya
sesuai dengan tindakannya.
Faham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah berbeda dengan
konsep yang umum yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang
mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam
perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak
azali terhadap dirinya.
Dengan demikian takdir adalah
ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya,
sejak azali, yaitu hokum yang dalam istilah Alquran adalah sunnatullah.
Secara alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir
yang tidak dapat diubah. Manusia dalam demensi fisiknya tidak dapat bebruat
lain, kecuali mengikuti hokum alam. Misalnya manusia ditakdirkan oleh Tuhan
kecuali tidak mempunyai sirip seperti ikan yang mampu berenang di lautan lepas.
Demikian juga manusia tidak mempunyai kekuatan seperti gajah yang mampu membawa
barang seratus kilogram.
d. Aliran Mu’tazilah.
1. Pengertian Mu’tazilah
Kata mu’tazilah diambil dari bahasa
Arab yang berarti memisahkan atau menyingkirakan. Menurut Ahmad Warson, kata azala
dan azzala mempunyai arti yang sama dengan kata asalnya. Arti yang sama juga
akan kita temui di munjid, meskipun ia menambahkan satu arti yaitu mengusir.
Kenapa Hasan Bashri mengatakan “
I’tazala anna washil” bukan dengan “in’azala anna Washil”, ini karena konotasi
yang kedua menunjukkan perpisahan secara menyeluruh, sedangkan Washil memang
hanya terpisah hanya dari pengajian gurunya, sedangkan mereka tetap menjalin
silaturrahmi hingga gurunya wafat.
Setelah kita mempelajari mu’tazilah,
sejarah dan ajarannya kita akan melihat bahwa sebagian besar sejarawan setuju
berbagai hal tentang mu’tazilah
1. mu’tazilah adalah aliran kalam.
2. dipimpin oleh Washil bin Atho pada awalnya.
3. lahir pada masa Daulah Bani umayyah.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa mu’tazilah
adalah aliran teologi yang muncul pada masa Bani Umyyah berkisar antara 115-110
H, dipimpin oleh Washil bin Atho. Yang menganut lima ajaran dasar.
2. Ajaran Mu’tazilah.
Mu’tazilah meletakkan seluruh ajaran
mereka pada lima sendi dasar yaitu:
a. At-tauhid
Seluruh mu’min memang harus
mengesakan tuhan, tapi mu’tazilah karena kegigihan mereka dalam mempertahankan
teori ini, dan juga karena mereka meniadakan sifat tuhan, sifat adalah dzatnya
sendiri. Akhirnya mereka menjadikan tauhid sebagai dasar pertama.
Pengesaan menurut ilmu kalam adalah
pengetahuan dan pengakuan bahwa Allah itu esa tidak ada satupun yang
menyamainya, pengetahuannya, kekuasaanya. Maka pengetahuan dan pengakuan
menurut mu’tazilah adalah dua rukun tauhid. Maka orang yang meniggalkan salah
satunya tidak bisa dikatakan muwahhid.
Ruang lingkup pembahasan tauhid ini
ada lima:
a) cara mengetahui tuhan,
b) sifat wajib bagi tuhan,
c) sifat mustahil bagiNya,
d) sifat jaiz,
e) tidak ada yang menyamainya.
Cara mengetahui tuhan adalah dengan
akal, meskipun terdapat petunjuk lain seperti al-qur’an dan hadist tapi akallah
cara pertama untuk mengetahui tuhan. Karena al-qur’an maupun hadist hanya
diberikan kepada orang yang berakal.
Hal pertama yang harus dilakukan
untuk mengenal tuhan adalah penalaran, dan itu adalah kerja akal. Dan tuhan
tidak akan memberikan khitabnya kecuali kepada orang yang berakal.Al-qur’an
dijadikan dalil setelah diyakini kebenaranyya sebagai kalam Ilahi. Akal adalah
anugerah tuhan yang harus dijaga dan dipergunakan.
Adapun soal sifat. Tuhan mempunyai
dua sifat, yaitu :
Sifat dzat, konsep utama dalam hal ini adalah tidak ada sifat qadim bagi tuhan, karena kalau ada yang qadim maka akan ada dua yang qadim. Sifat tuhan tidak lain adalah esensinya, sifat adalah dzatnya dan zat adalah sifatnya. Menafikan siat tuhan bukan berarti tidak meyakini adanya sifat bagi tuhan tapi sifat itu adalah dzatnya.
Sifat dzat, konsep utama dalam hal ini adalah tidak ada sifat qadim bagi tuhan, karena kalau ada yang qadim maka akan ada dua yang qadim. Sifat tuhan tidak lain adalah esensinya, sifat adalah dzatnya dan zat adalah sifatnya. Menafikan siat tuhan bukan berarti tidak meyakini adanya sifat bagi tuhan tapi sifat itu adalah dzatnya.
Agaknya pengertian ahwal lebih
rasional, bahwa memberikan sifat yang qadim bagi tuhan bukan berarti mentapkan
adanya yang qadim selain dzatnya, tetapi sifat tuhan itu adalah keadaanya dan
keadaan itu tidak akan ada jikalu dzatnya tidak ada, dan dzat tidak akan ada
kalau keadaan tidak ada. Dengan begitu bisa difahami sifat itu qadim dengan
qadimnya tuhan. Sifat dzat yang wajib bagi tuhan adalah maha tahu, maha maha
kuasa, maha hidup, maha ada dan maha kekal.
b. Sifat perbuatan
Sifat ini adalah baharu karena sifat
ini mendatang pada dzatnya. Dari sekian banyak sifat yang ada dalam al-qur’an
selain lima sifat dzat diatas adalah siat perbuatan dan baharu. Seperti adil,
berkendak, kalam dan lainnya.
Sifat iradah artinya allah
berkehendak dengan kehendak yang baharu, kehendak yang tidak bertempat seperti
kehendak manusia yang berada di hati, ia berkehendak bukan karena dzatnya bukan
pula dengan kehendaknya yang kekal.
Jikalau ada penetapan bagi sifat tuhan tentu ada pebafian terhadap sifat yang lain, baik siafat perbuatan ataupun sifat dzat, seperti lemah, bodoh dan lain-lain.
Jikalau ada penetapan bagi sifat tuhan tentu ada pebafian terhadap sifat yang lain, baik siafat perbuatan ataupun sifat dzat, seperti lemah, bodoh dan lain-lain.
Wahid mempunyai dua arti yaitu sesuatu
yang tunggal dtidak terpilah kepada bagian-bagian. Dan sesuatu yang mempunyai
sifat dan tidak ada yang dapat menyerupainya.
Allah dengan sifatnya tidak sama dengan sifat manusia atau siapapun. Allah maha melihat tidak sama dengan melihatnya manusia. Makanya ayat musytabihat yang memungkinkan adanya anggapan kesamaannya dengan makhluknya harus diakwilkan.
Allah dengan sifatnya tidak sama dengan sifat manusia atau siapapun. Allah maha melihat tidak sama dengan melihatnya manusia. Makanya ayat musytabihat yang memungkinkan adanya anggapan kesamaannya dengan makhluknya harus diakwilkan.
c. Al-wa’du wal waid
Karena ia adil ia memberikan taklif
sebatas kemampuan manusia, akrena ia adil ia memberikan pahal dan dosa bagi
yang berhak. Karena allah adil janji dan ancamannya akan terwujud.
Manusia yang berbuat baik akan
mendapatkan wa’dunya sedangkan yang berbuat ingkar akan mendapat waidnya.
Dengan begitu tidak akan ada syafaat pada hari hisab.
d. Al-Manzilah bayna Manzilatain
Pendosa besar adalah fasiq tidak
mu’min juga tidak kafir juga tidak mukmin ia berposisi diantara keduanya.
Sedangkan nasibnya di akhirat adalah tergantung apakah ia bertobat atau tidak
sebelum mati.
Dosa besar adalah segala
yangterdapat ancamannya dalam al-quran, seperti qadzaf, zina, membunuh dan
lainnya. Konsep utama dari dosa besar adalah menyalahi aturan akal juga
menyalahi aturan agama. Selain yang disebutkan hukumannya secara jelas oleh
al-quran maka termasuk dosa kecil.
Bagaimanakh awal mula al-manzilah bayna manzilatain ini?
Dalam ayat qadzaf disebutkan bahwa mereka adalah orang yang fasiq, tapi tidak dijelaskan apakah ia keluar dari iman atau tidak, sedangkan para muslim berbeda pendapat apakah pendosa besar keluar dari iman atau tidak, dan mereka setuju bahwa pendosa besar adalah fajir dan fasiq.
Di dalam ayat lain disebutkan” dan perangilah ahli-ahli ktab yang tidak beriman kepada allah dan kepada hari akhir, dan tidak mengharamakan apa yang diharamkan oleh allah dan rasulnya. Juga tidak memeluk agama yang haq [at-taubah : 29]
Dan hadist nabi” seorang muslim tidak mewarisi orang yang kafir dan orang kafir tidak mewarisi orang muslim”
Bagaimanakh awal mula al-manzilah bayna manzilatain ini?
Dalam ayat qadzaf disebutkan bahwa mereka adalah orang yang fasiq, tapi tidak dijelaskan apakah ia keluar dari iman atau tidak, sedangkan para muslim berbeda pendapat apakah pendosa besar keluar dari iman atau tidak, dan mereka setuju bahwa pendosa besar adalah fajir dan fasiq.
Di dalam ayat lain disebutkan” dan perangilah ahli-ahli ktab yang tidak beriman kepada allah dan kepada hari akhir, dan tidak mengharamakan apa yang diharamkan oleh allah dan rasulnya. Juga tidak memeluk agama yang haq [at-taubah : 29]
Dan hadist nabi” seorang muslim tidak mewarisi orang yang kafir dan orang kafir tidak mewarisi orang muslim”
Sedangkan pendosa besar tidak
temasuk dalam kriteriua diatas. Sedangkan munafik hukumnya, apabila ia tidak
memperlihatkan kenifaqannya maka ia tetap dianggap mu’min tapi apabila ia
memperlihatkannya ia disuruh bertobat atau dibunuh.
Adapun mu’min dalam al-qur’an
adalah” allah menjadi wali bagi orang-oang yang beriman [al-baqarah: 257].
Dalam ayat lain” dan berilah kabar gembira bagi orang-orang yang beriman bahwa
mereka akan mendapatkan keutamaan yang besar dari sisi allah [ali imran: 28]
Sedangkan pendosa besar dalam
al-qur’an adalah “ ingatlah allah akan melaknat orang-orang yang dzalim (hud
:18 ).Berati pendosa besar tidaklah mu’min tidak juga kafir, tapi fasiq dan
fajir sesuai dengan kesepakatan orang muslim dan kehendak allah.
e. Al-amr bil ma’ruf dan nahy an munkar
Al-amr bil ma’ruf dan nahy an munkar
adalah memerintahkan atau menganjurkan untuk berbuat kebaikan dan melarang dari
perbuatan yang munkar, ajaran ini lebih berkaitan kepada amalan lahir seorang
mukmin daripada lapangan ketauhidan.
Allah menyuruh kaum muslimin untuk
menyeru kepada kebaikan, menyiarkan agama dan memberikan petunjuk kepada yang
sesat. Mu’tazilah dikenal alah satu yang giat dalam mengamalakan ajaran yang
kelima ini.
Iman tidak telepas dari perbuatan baik. Iman sesungguhnya adalah yang tercermin dalam perbuatan baik, mereka yang berbuat jelek akan masuk neraka kecuali jikalau bertobat.
Iman tidak telepas dari perbuatan baik. Iman sesungguhnya adalah yang tercermin dalam perbuatan baik, mereka yang berbuat jelek akan masuk neraka kecuali jikalau bertobat.
e. Aliran
Maturidiyah
Mengenai perbuatan manusia ini,
terdapat perbedaan pandangan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah
bukhara. Kelompok pertama lebih dekat dengan faham mu’tazilah, sedangkan
kelompok kedua lebih dekat dengan faham Asy’ariya. Kehendak dan daya buat pada
diri manusia manurut Maturidiyah Samarkand adalah kehendak dan daya manusia
dalam arti kata sebenarnya, dan bukan dalam arti kiasan. Perbedaannya dengan
Mu’tazilah adalah bahwa daya untuk berbuat tidak diciptakan sebelumnya, tetapi
bersama-sama dengan perbuatannya. Daya yang demikian posisinya lebih kecil
daripada daya yang terdapat dalam faham Mu’tazilah. Oleh karena itu, manusia
dalam faham Al-Maturidi, tidaklah sebebas manusia dalam faham Mu’tazilah.
Maturidiyah bukhara dalam banyak hal
sependapat dengan Maturidiyah Samarkand. Hanya saja golongan ini memberikan
tambahan dalam masalah daya menurutnya untuk perwujudan perbuatan, perlu ada
dua daya. Manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan yang telah
diciptakan Tuhan baginya.
2. Aliran Ilmu Hukum (Fiqh, Madzab)
1. Mazhab Hanafi
Pendiri mazhab Hanafi ialah : Nu’man bin
Tsabit bin
Zautha.Diahirkan pada masa sahabat,
yaitu pada tahun 80 H = 699 M. Beliau wafat pada tahun 150 H bertepatan dengan
lahirnya Imam Syafi’i R.A. Beliau lebih dikenal dengan sebutan : Abu Hanifah An
Nu’man. Abu Hanifah adalah seorang mujtahid yang ahli ibadah. Dalam bidang fiqh
beliau belajar kepada Hammad bin Abu Sulaiman pada awal abad kedua hijriah dan
banyak belajar pada ulama-ulama Ttabi’in, seperti Atha bin Abi Rabah dan Nafi’
Maula Ibnu Umar.
Mazhab Hanafi adalah sebagai nisbah dari nama imamnya, Abu Hanifah.
Jadi mazhab Hanafi adalah nama dari kumpulan-kumpulan pendapat-pendapat yang
berasal dari Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya serta pendapat-pendapat yang
berasal dari para pengganti mereka sebagai perincian dan perluasan pemikiran
yang telah digariskan oleh mereka yang kesemuanya adalah hasil dari pada cara
dan metode ijtihad ulama-ulama Irak (Ahlu Ra’yi). Maka disebut juga mazhab
Ahlur Ra’yi masa Tsabi’it Tabi’in.
2. Mazhab Maliki
Mazhab Maliki adalah merupakan kumpulan pendapat-pendapat yang
berasal dari Imam Malik dan para penerusnya di masasesudah beliau meninggal
dunia. Nama lengkap dari pendiri mazhab ini ialah : Malik bin Anas bin Abu
Amir. Lahir pada tahun 93 M = 712 M di Madinah. Selanjutnya dalam kalangan umat
Islam beliau lebih dikenal dengan sebutan Imam Malik. Imam Malik terkenal dengan
imam dalam bidang hadis Rasulullah SAW.
Imam Malik belajar pada ulama-ulama Madinah. Yang menjadi guru
pertamanya ialah Abdur Rahman bin Hurmuz. Beliau juga belajar kepada Nafi’
Maula Ibnu Umar dan Ibnu Syihab Az Zuhri. Adapun yang menjadi gurunya dalam
bidang fiqh ialah Rabi’ah bin Abdur Rahman. Imam Malik adalah imam (tokoh)
negeri Hijaz, bahkan tokohnya semua bidang fiqh dan hadits.
3.
Mazhab Syafi’i.
Mazhab ini dibangun oleh Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i
seorang keturunan Hasyim bin Abdul Muthalib. Beliau lahir di Guzah (Siria)
tahun 150 H bersamaan dengan tahun wafatnya Imam Abu Hanifah yang menjadi
Mazhab yang pertama.
Guru Imam Syafi’i yang pertama ialah Muslim bin Khalid, seorang
Mufti di Mekah. Imam Syafi’i sanggup hafal Al Qur-an pada usia sembilan tahun.
Setelah beliau hafal Al Qur-an barulah mempelajari bahasa dan syi’ir ; kemudian
beliau mempelajari hadits dan fiqh.
Mazhab Syafi’i terdiri dari dua macam ; berdasarkan atas masa dan
tempat beliau mukim. Yang pertama ialah Qaul Qadim; yaitu mazhab yang
dibentuk sewaktu hidupdi Irak. Dan yang kedua ialah Qul Jadid; yaitu
mazhab yang dibentuk sewaktu beliau hidup di Mesir pindah dari Irak.
Keistimewaan Imam Syafi’i dibanding dengan Imam Mujtahidin yaitu
bahwa beliau merupakan peletak batu pertama ilmu Ushul Fiqh dengan kitabnya Ar
Risaalah. Dan kitabnya dalam bidang fiqh yang menjadi induk dari mazhabnya
ialah : Al-Um.
4.
Mazhab Hambali
Pendiri Mazhab Hambali ialah : Al Imam Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal
bin Hilal Azzdahili Assyaibani. Beliau lahir di Bagdad pada tahun 164 H. dan
wafat tahun 241 H. Ahmad bin Hanbal adalah seorang imam yang banyak berkunjung
ke berbagai negara untuk mencari ilmu pengetahuan, antara lain : Siria, Hijaz,
Yaman, Kufah dan Basrsh. Dan beliau dapat menghimpun sejumlah 40.000 hadis
dalam kitab Musnadnya.
5.
Madzhab Dzahiri
Mazhab Az-zhahiri adalah salah satu diantara mazhab fiqih kalangan
ahlusunnah wal jamaah yang didirikan oleh Abu Sualiman Daud Al-Ashfahani
Azh-zhahiri yang lahir tahun 202 Hdi Kufah Iraq dan wafat di tahun 270 H di
Baghdad. Nama beliau sering disingkat menjadi Daud Az-Zhahiri.
Beliau banyak menghafal hadits-hadits dan seorang faqih mujtahid
atas sebuah mazhab yang berdiri sendiri di luar mazhab empat yang terkenal
setelah sebelumnya beliau menjadi mengikut mazhab Asy-Syafi’iyah.
Selain itu ada tokoh yang tidak kalah terkenal dalam mazhab ini
yaitu Abu Muhammad Ali bin Said Ibnu Hazm Al-Andalusi (384 - 456 H) atau sering
disingkat menjadi Ibnu Hazm.
Mazhab ini memiliki kitab pegangan yang cukup populeer di kalangan
ahli fiqih yaitu Al-Muhalla dalam masalah fiqih dan kitab Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam
dalam masalah ushul fiqih.
Asas dari mazhab ini adalah mengamalkan nash zahir dari Al-Quran
Al-Karim dan Sunnah selama tidak ada dalil yang menunjukkan kepada makna lain
selain yang zahir. Sedangkan ketika tidak ada nash, mereka akan merujuk kepada
ijma, termasuk ijma shahabat. Sedangkan bila tidak ada juga dalam ijma,
biasanya mereka menggunakan metode istishab yaitu kaidah bahwa hukum asal
sesuatu itu mubah / boleh.
Mereka menolak metode qiyas, istihsan, zari’ah, ra’yu dan ta’lil nushush al-ahkam bil ijtihad. Menurut mereka semua itu bukan dalil ahkam (hukum). Mereka juga menolak dalil taqlid.
Diantara contoh hasil fiqih mazhab ini adalah bahwa haramnya emas dan perak itu sebatas bisa digunakan sebagai wadah minuman saja, sedangkan bila digunakan untuk perhiasan laki-laki, tidak haram. Bahwa riba yang diharamkan itu terbatas pada jenis makanan yang enam saja. Bahwa shalat Jumat dikerjakan hanya pada masjid yang besar saja. Bahwa istri yang kaya punya kewajiban memberi nafkah kepada suami yang miskin.
Mereka menolak metode qiyas, istihsan, zari’ah, ra’yu dan ta’lil nushush al-ahkam bil ijtihad. Menurut mereka semua itu bukan dalil ahkam (hukum). Mereka juga menolak dalil taqlid.
Diantara contoh hasil fiqih mazhab ini adalah bahwa haramnya emas dan perak itu sebatas bisa digunakan sebagai wadah minuman saja, sedangkan bila digunakan untuk perhiasan laki-laki, tidak haram. Bahwa riba yang diharamkan itu terbatas pada jenis makanan yang enam saja. Bahwa shalat Jumat dikerjakan hanya pada masjid yang besar saja. Bahwa istri yang kaya punya kewajiban memberi nafkah kepada suami yang miskin.
3.
Aliran
Politik ( As Siyasah )
Definisi kata
“As-Siyasah” (Politik)
Secara etimologi,
menurut bahasa arab, kata as-siyasah bermakna mengatur atau memimpin.
Secara terminologi, kata as-siyasah berarti
segala aktifitas manusia yang berkaitan dengan penyelesaian konflik dan
menciptakan keamanan bagi masyarakat. Dalam Al-Mu’jam Al-Qanuni kata as-siyasah
diartikan sebagai “Dasar-dasar atau disiplin ilmu yang membahas tentang cara
mengatur berbagai persoalan yang bersifat umum.
Kata as-siyasah tidak
terdapat dalam Al-Qur’an, baik dalam ayat-ayat Makkiyah maupun Madaniyah,
bahkan tidak ada satu kata pun yang merupakan derifasi dari kata as-siyasah
baik sebagai kata kerja maupun kata sifat. Akan tetapi bukan berarti bahwa
Al-Qur’an atau islam tidak berkaitan dengan politik atau tidak punya kepedulian
terhadap politik karena seringkali suatu lafadz tidak terdapat dalam Al-Qur’an,
tetapi ditemukan kata lain yang mempunyai kandungan makna yang senada dengan
kata tersebut.
Al-Qur’an menggunakan
kata dan redaksi yang bermacam-macam untuk mengungkapkan kata politik, baik
dengan kata memuji ataupun mencela. Di antaranya Al-Qur’an menyebutkan ada
“kerajaan atau kekuasaan yang adil” (An-Nisa:54, Yusuf:101, Yusuf:54,
Al-Baqarah:251, Al-Kahfi:84) dan “kerajaan yang dzalim, diktator dan
sewenang-wenang terhadap rakyatnya” (Al-Qashash:4). Ada pula dengan menggunakan
redaksi yang bermakna “kedudukan” (Yusuf:56, Al-Haj:41), “kekuasaan”
(An-Nur:55, Al-A’raf:129), “Al-hukm atau penetapan hukum/perkara” (An-Nisa:58,
Al-Maidah 49-50, Al-Maidah:44,45 dan 47).
Dalam sebuah hadits
muttafaqun ‘alaih ditemukan sebuah kata yang berasal dari akar kata as-siyasah,
yaitu hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah. Diceritakan bahwasanya Nabi SAW
bersabda,
“Dulu, Bani Israil
dipimpin oleh para Nabi, setiap ada seorang Nabi yang gugur, muncul Nabi lain.
Tetapi tidak akan ada lagi Nabi sesudah saya, selanjutnya (kalian akan
dipimpin) oleh para khalifah yang berjumlah banyak.”
Para sahabat bertanya
kepada beliau, “Lalu, apa yang engkau perintahkan kepada kami:”
Beliau menjawab,
“Lakukanlah baiat kepada khalifah pertama, setelah itu baiat khalifah
sesudahnya, berikan kepada para khalifah tersebut hak mereka yang telah
ditentukan oleh Allah untuk mereka, sesungguhnya Allah akan menanyakan mereka
tentang kepemimpinannya.”
Politik yang Adil
Sesuai dengan Tuntunan Syari’at
Ibnul Qayyim berkata,
“Politik yang adil tidak bertentangan dengan bunyi ketentuan syari’at, justru
politik yang demikian sesuai dengan ajaran yang terkandung didalamnya. Jika
dilihat dari karakter dan tanda-tanda lainnya, politik juga bisa disebut
sebagai keadilan Allah dan RasulNya.”
Di antara bukti yang
ada adalah bahwa Rasulullah SAW melarang prajurit islam mencuri harta rampasan
perang bahkan kemudian menyuruh harta benda milik pencuri dan semua orang yang
bekerja sama dengannya untuk dibakar. Rasulullah pernah berencana membakar
beberapa rumah milik kaum muslimin yang tidak mengerjakan shalat jum’at dan
shalat berjama’ah. Beliau juga pernah melipatgandakan denda terhadap orang yang
menyembunyikan pelaku sebuah kejahatan. Berkenaan dengan orang yang enggan
membayar zakat, Rasulullah bersabda, “Kita tetap akan mengambil zakat dari
orang tersebut ditambah separo hartanya (sebagai denda karena pembangkangannya,pentj.)
sebagai bentuk pelaksanaan salah satu perintah Allah SWT.”
Demikian juga dengan
para sahabat dan pengganti beliau yang hidup sesudahnya, sangat mudah ditemukan
oleh orang yang ingin mengetahui tindakan-tindakan mereka yang bermuatan
politis.
Sebut saja ketika Abu
Bakar yang membakar para pengikut kaum Nabi Luth (homoseksual,pentj.) dan
menyuruh mereka merasakan panasnya api sebelum benar-benar mereka rasakan di
akhirat kelak. Demikian juga dengan Umar yang membakar pundi-pundi tempat
minuman keras juga membakar kampung yang digunakan sebagai tempat penjualan
minuman keras. Umar bahkan pernah memecat para pegawainya kemudian mengambil
separo harta mereka untuk diberikan kepada kaum muslimin disebabkan mereka
telah memanfaatkan tugas yang diembannya untuk mencari uang. Umar juga pernah
memerintahkan para sahabat Nabi untuk mengurangi kesibukan mereka terhadap
hadits Nabi, karena kesibukan tersebut menyebabkan mereka sedikit melalaikan
Al-Qur’an. Dan masih banyak lagi contoh yang lain.
BAB IV
PENUTUP
A.
Simpulan
Mencari kearifan
merupakan makna dasar istilah filsafat(philo:cinta dan shophia:kearifan), yang
sejatinya ada sejak zaman purba.
Adanya pembagian
filsafat islam yaitu:
1. Aliran
I’tiqad
2. Aliran
ilmu hokum
3. Aliran
politik
B.
Saran
1. Bagi
Calon Guru
Diharapkan
makalah ini dapat menjadi panduan dalam mengkaji ilmu pengetahuan.
2. Bagi
Guru
Diharapkan makalah ini dapat dijadikan
sebagai salah satu media dalam pengajaran.
3. Bagi
Lembaga Sekolah
Diharapkan
makalah ini bisa menambah sumber referensi perpustakaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Hanafi, Pengantar Filsafat Islam,
Bulan Bintang, Jakarta : 1996
Sudarsono, Ilmu Filsafat – Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta : 2001
Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam, 1986
No comments:
Post a Comment